Rabu, 12 Oktober 2011

Penghitungan PPh Pasal 21
Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap ?
    Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun termasuk iuran Tabungan Hari Tua/Tunjangan Hari Tua (THT) (kecuali iuran Tabungan Hari Tua/THT pegawai negeri sipil/anggota ABRI/pejabat negara), dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]
Berapa besar tarif biaya jabatan ?
    Biaya jabatan yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto setinggi-tingginya Rp 1.296.000,00 setahun atau Rp 108.000,00 sebulan.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]
Berapa besarnya PTKP untuk diri pegawai, tambahan untuk pegawai yang kawin, tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang?
PTKP :
  1. Untuk diri pegawai
    setahun = Rp 2.880.000,00
    sebulan = Rp 240.000,00
  2. Tambahan untuk pegawai yang kawin
    setahun = Rp 1.440.000,00
    sebulan = Rp 120.000,00
  3. Tambahan untuk seorang istri yang mempunyai penghasilan dari usaha atau pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lain Rp. 2.880.000,00
  4. Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang setiap keluarga Rp 1.440.000,00
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]
Berapa besar tarif pajak sesuai dengan Pasal 17 ?
Tarif yang digunakan adalah : Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak ;
  • Sampai dengan Rp 25.000.000,00 = 5 %
  • Di atas Rp   25.000.000,00 sampai dengan Rp   50.000.000,00 = 10 %
  • Di atas Rp   50.000.000,00 sampai dengan Rp 100.000.000,00 = 15 %
  • Di atas Rp 100.000.000,00 sampai dengan Rp 200.000.000,00 = 25 %
  • Di atas Rp 200.000.000,00 = 35 %
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]
Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima pensiun yang menerima pensiun secara bulanan?
Penerima pensiun yang menerima pensiun secara bulanan.
  1. Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun dan PTKP
  2. Besarnya biaya pensiun yang diperkenankan adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto berupa uang pensiun setinggi-tingginya Rp 432.000,00 setahun atau Rp 36.000,00 sebulan.
  3. PTKP sama dengan PTKP untuk pegawai tetap.
  4. Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]
Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai?
Pegawai tidak tetap, pemagang, dan calon pegawai.
  1. Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan PTKP.
  2. PTKP sama dengan PTKP untuk pegawai tetap.
  3. Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]
Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas?
  1. Tarif yang digunakan adalah sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto yang dibayarkan atau terutang.
  2. Perkiraan penghasilan neto adalah sebesar 40 % dari penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]
Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima upah harian, mingguan, satuan, borongan dan uang saku harian?
Penerima upah harian, mingguan, satuan, borongan dan uang saku harian. Tarif sebesar 10% diterapkan atas upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang jumlahnya melebihi Rp 24.000,00 tetapi tidak melebihi Rp 240.000,00 dalam satu bulan takwim dan atau tidak dibayarkan secara bulanan.
Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 240.000,00 maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi dengan 360.
Yang dimaksud dengan :
  1. Upah/uang saku harian adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar jumlah hari kerja;
  2. Upah mingguan adalah upah yang terutang atau dibayarkan secara mingguan;
  3. Upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar banyaknya satuan yang dihasilkan;
  4. Upah borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar penyelesaian pekerjaan tertentu.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]
Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus?
Penerima uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus. Dipotong dengan tarif bersifat final sebesar :
  • 10% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya tidak lebih dari Rp 25.000.000,00.
  • 15% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya lebih dari Rp 25.000.000,00
Kecuali, atas jumlah penghasilan bruto Rp 8.640.000,00 atau kurang, tidak dipotong PPh Pasal 21.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]
Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima uang pesangon yang dibayarkan sekaligus?
Penerima uang pesangon yang dibayarkan sekaligus. Dipotong pajak sebesar :
  • 10% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya tidak lebih dari Rp 25.000.000,00.
  • 15% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya lebih dari Rp 25.000.000,00
Kecuali, atas jumlah penghasilan bruto Rp 17.280.000,00 atau kurang, tidak dipotong PPh Pasal 21.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]
Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun?
  • Penerima hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
  • Atas hadiah dan penghargaan dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif sebesar 15% dari jumlah bruto, dan bersifat final.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]
Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk petugas dinas luar asuransi dan petugas penjaja barang dagangan yang menerima komisi?
  • Petugas dinas luar asuransi dan petugas penjaja barang dagangan yang menerima komisi.
  • Atas komisi yang diterima diterapkan tarif sebesar 10% bersifat final dengan syarat petugas tersebut bukan pegawai tetap.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak  http://www.pajak.net/info/hitung_PPh_21.htm

Perpajakan

PPh pasal 21
PPh pasal 21 adalah pasal yang mengatur pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diterima dari pekerjaan / jasa baik dalam hubungan kerja maupun dari pekerjaan bebas oleh WP perorangan dalam negeri.
Subjek pajak PPh pasal 21 adalah :
1.     Pegawai
2.    Penerima pensiun
3.    Penerima honorarium
4.    Penerima upah
5.    Orang pribadi lainnya yang menerima / memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan dari pemotong pajak.
Pengecualian subjek pajak :
1.     Pejabat perwakilan diplomatik beserta staf
2.    Pejabat perwakilan organisasi internasional beserta staf.
Pengecualian objek pajak PPh pasal 21 :
1.     Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, beasiswa
2.    Penerimaan dalam bentuk natura dan atau keenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh WP atau pemerintah
3.    Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendirian telah disyahkan oleh menkeu atau iuran THT kepada badan penyelenggra jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja
4.    Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

PPh pasal 22
PPh pasal 22 membahas tentang penghasilan yang berasal dari penjualan pada instansi pemerintah, impor, dan industri tertentu (industri rokok, industri kertas, industri otomotif, industri semen, industri baja, Pertamina Bulog untuk tepung terigu dan gula pasir).
Tarif PPh pasal 22 atas penjualan instansi pemerintah :
PPh pasal 22 bendaharawan = 1,5% x nilai penjualan
Tarif PPh pasal 22 atas impor :
1.     Bila importir memiliki API (Angka Pengenal Impor)
PPh pasal 22 impor = 2,5% x nilai impor
2.    Bila importir tidak memiliki API
PPh pasal 22 impor = 7,5% x nilai impor

PPh pasal 23
PPh pasal 23 membahas tentang penghasilan yang diperoleh dari penggunaan harta atau modal (deviden, bunga, royalti, hadiah penghargaan, sewa, dan jasa).
1.     Deviden, royalti, bunga, hadiah penghargaan
PPh pasal 23 = 15% x penghasilan bruto
2.    Sewa dan jasa
PPh pasal 23 = 2% x penghasilan bruto

PPh pasal 24

PPh pasal 24 membahas tentang penghasilan yang berasal dari luar negeri. Pada prinsinya dalam PPh pasal 24 adalah mencari besarnya pajak yang bisa dikreditkan dengan jalan membandingkan antara pajak yang dipungut di luar negeri dengan batas maksimum kredit pajak dipilih yang terkecil.

Batas maksimum kredit pajak = penghasilan dari luar negeri/ PKP x PPh terutang

PPh pasal 25

PPh pasal 25 membahas tentang angsuran pajak yang menggunakan stelsel anggapan.

Ansuran pajak/ bulan = PPh terutang – kredit pajak /12

PPh pasal 26
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/ dipotong
atas penghasilan yang bersumberdari Indonesia yang diterima /diperoleh 
Wajib Pajak(WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) diIndonesia.

Tarif dan Objek PPh Pasal 26
               1.   20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yangditerima / diperoleh
                     Wajib Pajak  Luar Negeri berupa :
                     a. dividen;
                     b. bunga, premium, diskonto, premi swap,dan imbalan sehubungan      dengan jaminan pengembalian hutang;
                     c. royalti, sewa,& penghasilan lain sehubungan dgn penggunaan harta;
                     d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
                     e. hadiah dan penghargaan
                     f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
               2.  20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
                    a. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
                    b. premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung /
                        melalui pialang kepada   perusahaan asuransi di luar negeri.
               3. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari 
                   suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
              4.  Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara  Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.